TUGAS MAKALAH
(PERBAIKAN)
EVALUASI
dan SUPERVISI
EVALUASI
DAN SUPERVISI
Dosen
Pengampu :
Prof. Dr. H. Mukthar, M. Pd
Oleh :
R I
N I
Nim : P.p.211.1.1388
Teknologi Pendidikan
Islam (TPI)
PROGRAM PASCA SARJANA
IAIN SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, bahwa atas ridho dan karunia-Nya lah , maka sayai masih dapat
menyelesaikan tugas-tugas menyusun Makalah dalam rangka tugas harian evalusi
dan supervisi, meskipun di tengah-tengan kesibukan dan dalam waktu yang sangat
singkat. Hal ini dikarenakan kami merasa mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
sebagai mahasiswa program pascasarjana sekaligus akan melatih diri kami dalam
menyampaikan pemikiran-pemikiran guna membangun pengetahuan mengenai evaluasi,
birokrsi, kebijakan dan system pendidikan yang berjalan saat ini.
Tentu saja
dengan terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh penulis ditambah sempitnya
waktu yang diberikan kepada penulis, tulisan ini masih jauh dari sempurna,
lNamun walaupun demikian penulis berharap tulisan ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca. .Kritik dan saran yang bermasud membangun, apa lagi mengembangkan
pemikiran ini, kiranya masih terbuka bagi siapa saja. Betapa kecilnya bantuan
yang diberikan namun apabila disertai niat yang baik, akan terasa besar juga
manfaatnya.
Semoga
bermanfaat..
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.........................................................................................
i
DAFTAR
ISI.........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 5
C.Tujuan
Penulisan.................................................................... 5
D.
Manfaat Penulisan................................................................
6
BAB II PEMBAHASAN
A.
Defenisi- Defenisi................................................................
7
1.
Pengertian Supervisi Pendidikan .............................. 7
2.Pengertian
Evaluasi Pendidikan................................. 11
3.Pengertian
Birokrasi Pendidikan................................. 13
4.
Pengertian Kebijakan Pendidikan.............................. 16
5.
Pengertian system Pendidikan................................... 18
B.
Evaluasi dan Supervisi Lembaga Pendidikan............... 19
1.
Birokrasi Lembaga Pendidikan................................... 19
2.
Elemen-Elemen Birokrasi Sekolah............................ 20
3.
Kepala Sekolah sebagai Birokrasi.............................. 24
4.
Kebijakan Sekolah......................................................... 26
5.
Analisis Kebijakan Pendidikan .................................. 28
6.
Sistem Pendidikan......................................................... 29
7.
Proses Pendidikan dalam Sistem Pendidikan......... 32
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 35
B. Saran.......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
EVALUASI
DAN SUPERVISI
BIROKRASI,
KEBIJAKAN DAN SISTEM PENDIDIKAN
Oleh. RINI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kajian yang
dilakukan oleh Depdiknas, Bapenas, dan Bank Dunia (1999) mengemukakan
bahwa guru merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki mutu
pendidikan. Masalah mutu pendidikan pada esensinya menyangkut masalah kualitas mengajar
yang dilakukan oleh guru. Melalui supervisi, para guru sebagai pelaku utama
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dapat dibantu pertumbuhan dan dan
perkembangan profesinya bagi pencapaian tujuan pembelajaran.
Dalam
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU
RI No 20 Tahun 2003).[1]
Tugas pengawas
sekolah/madrasah diantaranya melaksanakan pembinaan dan penilaian teknik dan
administratif pendidikan terhadap sekolah yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas
ini dilakukan melalui pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak
lanjut hasil pengawasan. Supervisi oleh pengawas sekolah meliputi supervisi akademik
yang berhubungan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran, dan supervisi
manajerial yang berhubungan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah.
Supervisi
akademik dapat dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, dan guru yang ditugasi
oleh kepala sekolah untuk melakukan tugas sebagai penyelia. Dan untuk membantu
para penyelia melaksanakan supervisi akademik yang terprogram, terarah, dan
berkesinambungan, APSI Pusat telah mengembangkan Instrumen Supervisi (IS)
Akademik. Format
IS Akademik ini meliputi tiga bagian yang digunakan sebelum pengamatan (Pra observasi), selama
pengamatan (observasi) dan
setelah pengamatan pembelajaran (Pasca
observasi).
Dengan mengacu
instrumen
supervisi akademik ini,
diiharapkan penyelia dapat melaksanakan supervisi akademik secara klinis
melalui pendekatan kemitraan (collegial)
dengan siklus perencanaan yang sistematis, pengamatan yang cermat, dan umpan
balik yang objektif dan segera, untuk memberikan bantuan teknis kepada guru
dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif, efisien dan berkualitas. Kata
kunci dalam supervisi pengajaran (akademik) bukanlah pengawasan, namun bantuan
pada guru untuk meningkatkan pembelajaran.
Pentingnya
pelaksanaan supervisi akademik untuk meningkatkan kemampuan profesional guru
dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui proses pembelajaran yang
baik serta membantu guru dan kepala sekolah menciptakan lulusan yang baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, kegiatan supervisi ini
hendaknya rutin dilaksanakan di sekolah sebagai salah satu kegiatan yang
dipandang positif dalam meningkatkan proses pembelajaran. Apabila konsep-konsep
ideal tersebut dilaksanakan, maka dapat diharapkan kualitas pendidikan akan
meningkat secara signifikan.
Supervisi
(akademik) merupakan kegiatan pembinaan yang direncanakan dengan memberi
bantuan teknis kepada guru dan pegawai lainnya dalam melaksanakan proses
pembelajaran, atau mendukung proses pembelajaran yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran
secara efektif. Supervisi akademik sebaiknya dilakukan dengan pendekatan
supervisi klinis yang dilaksanakan secara berkesinambungan melalui tahapan
pra-observasi, observasi pembelajaran, dan pasca observasi.
Idealita
supervisi akademik tersebut, praktiknya di lapangan selama ini masih jauh dari
harapan. Berbagai kendala baik yang disebabkan oleh aspek struktur birokrasi
yang rancu, maupun kultur kerja dan interaksi supervisor dengan guru yang
kurang mendukung, telah mendistorsi nilai ideal supervisi pengajaran di
sekolah-sekolah. Apa yang selama ini dilaksanakan oleh para Pengawas
pendidikan, belum bergeser dari nama jabatan itu sendiri, yaitu sekedar
mengawasi.
Kekuatan
birokrasi Indonesia
sebetulnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu
didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Namun, yang saat ini terjadi
justru sebaliknya. Birokrasi Indonesia—sebut
saja sekitar 3,6 juta pegawai negeri di luar polisi dan militer—justru menjadi
beban negara. Sampai-sampai pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan zero
growth untuk mengurangi kemubaziran tenaga pemerintah di instansi-instansi
sipil.
Mengapa birokrasi kita tak mampu menjadi sebuah kekuatan pengubah? Bisa jadi karena pemerintah memang tak memiliki visi kepemimpinan maupun grand design untuk melakukan reformasi. Belum lagi struktur kepegawaian sipil di Indonesia begitu “gemuk”. Terdiri dari lima eselon (tertinggi eselon 1), empat golongan (tertinggi golongan IV), Begitu juga birokrasi dalam pendidikan belum mampu memberikan konstribusi yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan.
Mengapa birokrasi kita tak mampu menjadi sebuah kekuatan pengubah? Bisa jadi karena pemerintah memang tak memiliki visi kepemimpinan maupun grand design untuk melakukan reformasi. Belum lagi struktur kepegawaian sipil di Indonesia begitu “gemuk”. Terdiri dari lima eselon (tertinggi eselon 1), empat golongan (tertinggi golongan IV), Begitu juga birokrasi dalam pendidikan belum mampu memberikan konstribusi yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan.
Asumsi Dasar Dalam
dunia pendidikan, sebuah organisasi sangat diperlukan dalam rangka memperlancar
fungsi dan proses pendidikan. Dalam menjalankan fungsi organisasi pendidikan
tidaklah dapat dipisahkan dengan birokrasi. Pada dasarnya, birokrasi ini
hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan
pelayanan publik. Birokrasi digunakan untuk dapat membantu mempermudah dalam
memberikan layanan pendidikan yang pasti akan mempengaruhi dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Birokrasi
merupakan instrumen pembangunan pendidikan. Kekuatan birokrasi Indonesia
sebetulnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu
didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Jika birokrasi dijalankan
dengan benar, konsisten dan bertanggungjawab, maka kualitas pendidikan akan
maju. Singapura, Hongkong, Malaysia dan Thailand merupakan contoh nyata
negara yang menerapkan birokrasi dengan baik, sehingga pendidikan mereka
mempunyai kualitas lebih baik dikarenakan birokrasinya yang profesional, tegas
dan efisien.
Pembakuan dan
perbaikan kurikulum nasional sebagai
salah satu upaya pengembangan satu system nasional yang mantap dan terpadu dilakukan
berlandasan masukan yang diperoleh dari kegiatan evaluasi kurikulum, uji coba pengembangan
kurikulum dan pengalaman lapangan. Masukan itu merupakan umpan balik untuk
menyelaraskan kurikulum dengan tuntutan masyarakat, kemajuan pembangunan dalam
berbagai bidang kehidupan dan tanda-tanda zaman.
Pembangunan sistem
pendidikan harus mampu memberikan arti fungsional bagi pembangunan nasional
dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Tuntutan yang paling mendesak dalam
memacu pembangunan pendidikan yang bermutu dan relevan ialah peningkatan
kemampuan dalam melakukan analisis kebijakan.
Para analisis kebijakan dalam bidang
pendidikan tidak hanya dituntut untuk menguasai teknik-teknik penelitian dan
pengembangan, tetapi juga dituntut untuk menguasai isu isu pendidikan yang
relevan, baik itu pendidikan secara internal maupun isu-isu pendidikan dalam
kaitannya secara lintas sektoral.
Isu-isu
pendidikan secara internal akan meliputi sistem pendidikan berikut komponen-komponennya
yang integral, seperti pendidikan dasar (berfungsi menanamkan kemampuan dasar),
pendidikan menengah baik pendidikan umum maupun pendidikan sebagai persiapan
kerja, pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan professional,
pendidikan luar sekolah, serta komponen-komponen penunjang sistem pendidikan. Isu-isu
pendidikan secara eksternal, yang juga sangat penting untuk terus dikaji oleh
para analisis kebijakan, menyangkut keterkaitan yang integral antara pendidikan
dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan
ketenaga kerjaan, lingkungan hidup, serta kehidupan sosial budaya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan Evaluasi, Supervisi, Birokrasi, Kebijakan dan Sistem
Pendidikan?
2. Bagaimana bentuk Birokrasi, Kebijakan dan
Sistem Pendidikan di Indonesia?
3. Apa
saja yang termasuk pada bagian Elemen-Elemen Birokrasi Sekolah?
4. Bagaimana
analisis kebijakan pendidikan Indonesia
?
5. Bagaimana Proses Pendidikan dalam Sistem Pendidikan?
6. solusi yang dapat diberikan dari
permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?
Permasalahan-permasalahan
yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “
Evaluasi dan Supervisi Birokrasi, Kebijakan dan Sistem Pendidikan”
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan
makna dari Evaluasi, Supervisi, Birokrasi, Kebijakan dan Sistem Pendidikan?
2. Mendeskripsikan bentuk Birokrasi, Kebijakan
dan Sistem Pendidikan di Indonesia?
3. Mendeskripsikan
bagian-bagian yang ada pada Elemen-Elemen
Birokrasi Sekolah?
4. Menganalisis
kebijakan pendidikan Indonesia
?
5. Mendeskripsikan Proses Pendidikan dalam Sistem
Pendidikan?
6. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan
dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?
D. Manfaat
Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai pandangan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan yang sedang berjalan di Indonesia.
2. Bagi Guru
Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang
akan datang.
3. Bagi Mahasiswa
Agar dapat dijadikan sebagai bahan kajian
belajar dalam rangka meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah pada umumnya dan
khususnya birokrasi dibidang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI-DEFENISI
1.
Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi adalah suatu usaha atau kegiatan pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah atau lembaga
pendidikan lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien.
Berbagai macam usaha atau kegiatan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
supervisi, antara lain pertemuan kelompok, pembicaraan perorangan, kunjungan
kelas, ceramah, lokakarya, demonstrasi tentang teknik-teknik dan metode-metode
mengajar yang baru, penilaian yang dilakukan secara sistematis, dan pertukaran
pengalaman serta pikiran-pikiran baru. Semua ini bermaksud untuk membimbing
guru, dalam meningkatkan kesanggupan dan memperluas pandangan mereka.[2]
Supervisi dalam hal ini mempunyai pengertian yang luas,
yakni segala macam bentuk bantuan dari para pimpinan sekolah yang tertuju
kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan para pegawai sekolah lainnya di
dalam mencapai tujuantujuan pendidikan. Bantuan tersebut berupa bimbingan,
dorongan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru.
Sebagai contoh, misalnya bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan
dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan
metode-metode mengajar yang baik terhadap fase dari seluruh proses pengajaran.[3]
Supervisi sebagai suatu bentuk pengawasan langsung
biasanya dilakukan secara berhadap-hadapan antara pengawas dan para guru.
Supervisi termasuk kewajiban terpokok dalam administrasi dan merupakan pusat
perhatian bagi perkembangan para siswa dan perbaikan pengajaran dengan segala
aspek-aspeknya.
Sesungguhnya para guru itu memiliki potensi yang lebih
besar daripada yang mereka perlihatkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang
lazimnya merintangi para guru dalam mempergunakan potensinya atau daya
kemampuannya secara maksimal, antara lain :
a. Kekurangan
pandangan dan tidak jelasnya sasaran pekerjaan
b. Pengalaman
pada waktu sebelumnya yang lebih bersifat tradisional
c. Tekanan-tekanan
dari masyarakat atau lingkungannya
d. Kekurangan
dalam penyelarasan diri dengan lingkungan kemanusiaan
e. Ketidakmampuan
untuk menilai tugas dan pekerjaannya sendiri, dan adanya
Administrasi perorangan yang kurang baik.Oleh
sebab itu supervisi ini dimaksudkan untuk membimbing para guru alam
meningkatkan kesanggupan dan kecakapan serta memperluas pandangan mereka. Jika
para guru belajar, tumbuh dan bertambah cakap, maka para siswa juga akan
belajar dan tumbuh lebih baik lagi.
Istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris
ialah supervision, yang artinya pengawasan atau pengendalian. Supervisi
adalah kata benda, berasal dari kata to supervise atau to oversee in
order to direct, terjemahannya mengawasi atau mengendalikan. Di Amerika,
supervise yang dimaksud ialah suatu usaha atau kegiatan yang hanya berurusan
dengan inspeksi atau pemeriksaan.
Dengan demikian supervisi hanya berpusat pada
pemeriksaan saja, khususnya terhadap guru. Selanjutnya terjadi perkembangan
tentang maksud supervisi ialah suatu usaha atau kegiatan yang ditujukan untuk
memperbaiki cara mengajar. Berdasarkan pandangan Burton, supervisi adalah suatu usaha untuk
memperbaiki cara mengajar dan membantu guru dalam cara mengajar. Dengan
demikian juga bermaksud untuk membimbing perkembangan para siswa.[4]
Perkembangan berikutnya, apa yang dimaksud
dengan supervisi adalah suatu fungsi yang tidak hanya ditujukan kepada para
guru saja, tetapi terutama diarahkan kepada masalah belajar-mengajar dan
perkembangannya. Bagaimana cara siswa belajar dan para guru mengajar serta
mengembangkannya.
Dewasa ini pengertian supervisi dalam
kaitannya dengan kegiatan pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang
berkepentingan dengan segala sesuatu yang memajukan perkembangan para guru dan
para siswa. Pertumbuhan para siswa inilah yang menjadi tujuan utama dari
seluruh proses pendidikan.[5]
Fungsi supervisi ialah memberi petunjuk,
mendorong, menjelaskan, membimbing, dan membantu meningkatkan situasi belajar,
serta membantu para guru agar ia mengajar lebih baik. Jadi supervisi adalah
suatu proses yang merupakan bagian dari proses pendidikan, juga sebagai proses
sosial yang demokratis, yang fungsi utamanya ialah kepemimpinan.
Adapun peranan supervisi dalam kegiatan
pendidikan, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Supervisi
Sebagai Program Berencana Untuk Memajukan Pengajaran
Perencanaan dalam supervisi penting sekali, sebab
menyangkut banyak kegiatan yang berpangkal pada keperluan-keperluan situasi
yang berkaitan dengan banyak orang yaitu para siswa, orang tua siswa, para
guru, para pimpinan sekolah, para pengawas, dan mereka yang berkepentingan
dengan sekolah. Mereka ikut menentukan secara koperatif fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan
supervisor, yang bertanggungjawab terhadap tugas-tugas supervisi.[6]
b. Supervisi
Sebagai Inspeksi
Supervisi menurut gagasan administrasi otokratis, berarti
inspeksi, yaitu suatu kegiatan mencari kesalahan-kesalahan dan
kelemahan-kelemahan, apakah perintah-perintah atau peraturan-peraturan itu
ditaati. Sesuai dengan tujuannya, pada suatu kunjungan sekolah misalnya, bila
pemeriksaan yang dilakukan secara formal selesai, inspektur mengatakan kepada
kepala sekolah atau guru kelas apa yang salah dan apa yang harus dikerjakan.
Kelalaian diancam dengan hukuman-hukuman administratif.
Dalam hal ini
sedikit sekali pertimbangan diarahkan terhadap kepentingan-kepentingan khas dan
minat siswa yang sedang belajar. Kegagalan anak atau siswa dianggap sebagai
sesuatu yang wajar. Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong
para guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai
pendidik dan pengajar. Inspeksi dijalankan terutama untuk mengawasi bawahan
apakah telah menjalankan apa-apa yang sudah diinstruksikan, dan sampai di
manakah para guru melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan oleh atasannya.
c. Supervisi
Sebagai Kepemimpinan Yang Koperatif
Tugas utama supervisi dalam administrasi pendidikan yang
demokratis bukanlah membuat konduite guru, melainkan membantu para guru untuk
memajukan proses belajar-mengajar. Supervisi yang dimaksud dalam hal ini adalah
bagaimana membantu para guru untuk mengembangkan dan menggunakan potensi
sepenuhpenuhnya. Sehubungan dengan itu, supervisi diharapkan mampu menyediakan
bermacam-macam kepemimpinan yang mampu meningkatkan efisiensi dan dayaguna
usaha dan program dari usaha sekolah secara keseluruhan serta untuk menambah
atau memperkaya lingkungan semua guru. Hal ini meliputi usaha-usaha untuk
membangun semangat para karyawan, menciptakan kondisi-kondisi bekerja yang
menyenangkan, mendorong inisiatif dan daya cipta, menyediakan
kesempatan-kesempatan agar para guru dapat bekerja sama dalam memikirkan dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mereka dan sekolah.
Para guru diikut sertakan dalam merumuskan
kebijakan-kebijakan administratif, dalam menentukan langkah-langkah untuk
tercapainya berbagai tujuan, menilai program sekolah, dan dalam segala usaha
perubahan dan perbaikan program yang didasarkan atas penilaian yang obyektif
dan koperatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa supervisi diharapkan mampu
menyediakan jenis kepemimpinan yang dapat mengembangkan sifat-sifat
kepemimpinan pada orang lain.[7]
2.
Pengertian Evaluasi Pendidikan
Evaluasi berasal
dari kata evaluation (bahasa Inggris). Kata tersebut diserap kedalam
perbendaharan istilahbahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya
dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi’’ berarti
“penilaian” merupakan kata benda dari “nilai” [8].
Secara harfiah kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris evaluation;
dalam bahasa Arab; al-taqdir;
dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian.
Akar katanya adalah value;
dalam bahasa Arab; al-qimah;
dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Menurut
pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang
berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983).
Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of
delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu
alternatif keputusan.
Sedangkan,
Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai "setiap usaha atau proses
dalam menentukan nilai". Secara khusus evaluasi atau penilaian juga
diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil
pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan. Dan menurut Anne Anastasi
(1978) mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining
the extent to which instructional objective are achieved by pupils".
Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana,
sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.
Evaluasi
berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan
tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang
lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui
suatu kriteria baku
(meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif.
Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu
nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas
yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi
pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar
maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh
mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi
dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak
berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi.
Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan
berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan
pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari
sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk
menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada dasarnya evaluasi
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
Kejelasan
tujuan yang akan dicapai dalam suatu kegiatan evaluasi
b.
Memerlukan
adanya kriteria pengukuran
c.
Melibatkan
pihak yang betul-betul memahami tentang konsep dasar pendidikan secara
komprehensif
d.
Menuntut
umpan balik dan tindak lanjut, sehingga hasil evaluasi dapat digunakan untuk
membuat kebijakan putusan. Keputusan itu sendiri dapat berkenaan dengan:
1.
Personel
yang terlibat, mencakup kemampuan pengertian atau penambahan tenaga.
2.
Jenis
kegiatan dan pelaksanaannya.
3.
Prioritas
kegiatan dan subjek yang dilayani.
4.
Pembiayaan,
waktu dan fasilitas lainnya.
5.
Kegiatan
evaluasi bukan merupakan kegiatan yang bersifat insidental, tetapi merupakan
proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.
Implementasi Evaluasi
Pendidikan :
a.
Terbukanya
kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi
tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program
pendidikan.
b.
Terbukanya
kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi
antara program pendidikan yang telah dirumuskan, dengan tujuan yang hendak
dicapai.
c.
Terbukanya
kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan, penyesuaian dan
penyempurnaan program pendidikan yang dipandang lebih berdaya guna
dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan, akan dapat dicapai
dengan hasil yang sebaik-baiknya.
3.
Pengertian Birokrasi Pendidikan
Menurut
Martin Albrow, istilah birokrasi berasal dari kata biro yang berarti
meja tulis, yang diartikan sebagai tempat
para pejabat bekerja. Dengan sisipan kata Yunani rule yang
berarti aturan, terjadilah kata burokratie yang diserap kedalam bahasa
Indonesia menjadi birokrasi.[9]
Birokrasi
berasal dari bahasa Prancis “bureau” yang berarti meja. Pengertian meja ini
berkembang menjadi kekuasaan yang diwenangkan kepada meja kantor. Dalam kamus
bahasa Indonesia,
birokrasi mempunyai 3 (tiga) arti (1) pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai
bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat (2) cara pemerintahan yang dikuasai oleh
pegawai negeri (3) cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lambat (WJS.
Purwadaminta, 2007:164)
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa birokrasi selalu identik dengan
pegawai negeri yang kerjanya lamban, bertele-tele dan berliku-liku dalam
memberikan layanan.
Sementara
itu birokrasi menurut Weber memiliki 6 pokok:
a. Dalam
organisasi ada pembagian tugas dan spesialisasi
b. Hubungan
dalam organisasi bersifat impersonal
c. Dalam organisasi ada hiearki wewenang, dimana
yang rendah patuh kepada perintah yang lebih tinggi.
d. Administrasi
selalu dilaksananakan dengan dokumen tertulis.
e. Orientasi
pengembangan pegawai adalah pengembangan karir yang berarti keahlian merupakan
ktiteria utama yang diterima atau ditolaknya seseorang sebagai suatu organisasi
dan berlaku pula untuk mempromosikannnya.
f. Untuk
mendapatkan efisiensi maksimal, setiap tindakan yang diambil harus selalu
dikaitkan dengan besarnya sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi,
Selanjutnya
dari enam pokok tersebut diatas, Weber membagi birokrasi dalam 2 tipe:
1. Organisasi
karismatik, organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki
pengaruh pribadi yang sangat besar bagi anggotanya.
2. Organisasi
tradisional, organisasi yang pemimpinnya diangkat berdasarkan warisan.
Dalam
mengambil keputusan, Weber berpendapat bahwa keputusan yang diambil harus
menghindari penggunaan emosi dan perasaan suka atau tidak suka. Birokrasi
menurutnya adalah usaha untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat
keputusan secara emosional atau berdasarkan ikatan kekeluargaan yang dapat
menyebabkan organisasi tidak efektif dan efisien serta tidak sehat.
Sekolah
merupakan salah satu lembaga birokrasi pendidikan dan nampaknya masih tidak
steril terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat pendidikan.
Misalnya tentang masih adanya fakta bahwa ada gaji guru yang dipotong
dibeberapa daerah, kenaikan golongan yang butuh uang pelican, yang secara jujur
dikatakan bahwa hal ini justeru akan mengakibatkan semakin terpuruknya kondisi
guru dan adanya beban yang masih harus ditanggung oleh guru tersebut. Misalya
masih banyaknya guru yang dibebani dengan berbagai macam pengeluaran yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.[10]
Sementara
disisi lainseorang guru harus menunjukkan kinerja yang baik walaupun
kesejahteraanya tidak diperhatikan. Dalam keadaan itu bagaimana mungkin guru
akan dapat mendidik mahasiswa dengan tenang, sementara ia masih memikirkan cara
untuk meningkatkan penghasilanya.[11]
Dinamika
dan karakteristik birokrasi lembaga pendidikan terkadang menimbulkan sejumlah
masalah. Adanya hierarki juga timbul didalamnya yaitu ada atasan dan ada
bawahan, yang maing-masing memiliki tugas dan tanggungjawab sendiri.
Kenyataanya kepercayaan akan sulit dibangun dalam hubungan antara persoalan dan
lembaga pendidikan tersebut.[12]
4.
Pengertian Kebijakan Pendidikan
Kebijaksanaan
pendidikan nasional telah dirumuskan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis- Garis Besar Haluan
Negara sebagai pola umum pembangunan nasional mengarahkan rangkaian program
pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan nasional seperti tercantum
didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Khusus mengenai pendidikan nasional
dinyatakan.
“Pendidikan
nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,
agar dapat menumbuhkan manusiamanusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersamasama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Berdasarkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara itu jelaslah bahwa peserta didik pada khususnya
dan generasi muda pada umumnya harus diberi kesempatan untuk memperoleh
pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam rangka pendidikan pancasila dari masa
sebelum kemerdekaan sampai dengan masa perjuangan
menegakkan, mempertahankan, membela dan mengisi kemerdekaan. Karena itu, menjadi tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merencanakan,mengembangkan dan melaksanakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai bagian terpadu dari system kurikulum nasional.
menegakkan, mempertahankan, membela dan mengisi kemerdekaan. Karena itu, menjadi tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merencanakan,mengembangkan dan melaksanakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai bagian terpadu dari system kurikulum nasional.
Pelaksanaan
kebijaksanaan itu bertujuan menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa. Manusia- manusia pembangunan yang dihasilkan diharapkan berperan
mewujudkan tujuan nasional yang telah dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Butir-butir pemikiran dalam kebijaksanaan pendidikan nasional
mengandung amanat dan makna bahwa kurikulum sebagai salah satu wahana utama
pencapaian
Kebijakan
adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness)
tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan
tesebut.Ada dua buah penggunaan yang luas dari istilah kebijakan ini yang
pertama sebagai pengganti kata atau ungkapan pendek dimana pengertian umum
sering diasumsikan dan yang kedua adalah sebagai seperangkat ciri-ciri yang
dikhususkan dan diidentifikasi melalui riset. Analisis kebijakan merupakan
suatu prosedur berpikir yang sudah lama
dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kitannya dengan tindakan.Dengan demikian kebijakan dalam pendidikan yaitu keputusan yang tetap dalam pendidikan yang dicirikan oleh konsistensi dan perubahan tingkah laku yang membuat patuh terhadap keputusan dalam pendidikan tersebut..
dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kitannya dengan tindakan.Dengan demikian kebijakan dalam pendidikan yaitu keputusan yang tetap dalam pendidikan yang dicirikan oleh konsistensi dan perubahan tingkah laku yang membuat patuh terhadap keputusan dalam pendidikan tersebut..
Kebijakan
diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah
terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada
sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan
memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan), proses
(transformasi), output (keluaran), dan feedback
(umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Berkaitan
dengan masalah ini, kebijakan dipandang sebagai: (1) pedoman untuk bertindak,
(2) pembatas prilaku, dan (3) bantuan bagi pengambil keputusan (Pongtuluran,
1995:7).
Berdasarkan
penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi
pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum
untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.
5.
Pengertian Sistem Pendidikan
Sistem adalah suatu
keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing bekerja
sendiri sesuai dengan fungsinya dansaling berkaitan dengan fungsi dari komponen
lain yang secara terpadubergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah
ditetapkan. Jadi komponenyang bertugas sesuai dengan fungsinya bekerjasama
dengan yang lainnyadalam satu rangkaian sistem secara terpadu bergerak ke arah
tujuan sistem itusendiri.
Menurut Imam Barnadib:
sistem suatu himpunan gagasan atauprinsip-prinsip yang saling berpautan, dan
bergabung menjadi satukeseluruhan.Dalam pembahasan ini pengertian sistem
didasarkan pada definisibahwa sistem merupakan suatu perangkat atau mekanisme
yang terdiri daribagian-bagian di mana satu sama lainnya saling berhubungan dan
saling memperkuat. Sedangkan kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani
"Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya "anak"
sedangkan "agogos" yang artinyamembimbing sehingga
"pedagogi" dapat diartikan sebagai "ilmu dan senimengajar
anak.".
Pengertian
sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) yaitu suatu
kesatuan yang terdiri dari atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana
suatu model matematika seringkali bisa dibuat (Darmoyo, 2008). Pengertian sistem pendidikan adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam
pendidikan Islam Sistem pendidikan Islam dapat diartikan suatu kesatuan
komponen yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan sesuai dengan ajaran Islam. Mengacu pada
pengertian sistem tersebut dalam kurikulum Kementrian Agama terdapat penambahan
beban belajar bagi siswa dengan adanya muatan pendidikan Islam yang lebih
dari lembaga pendidikan yang bernaung pada Kementrian Pendidikan Nasional.
Menurut UU No.20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasanabelajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.
Dari pengertian di atas maka yang dimaksud sistem pendidikanadalah: Sistem
pendidikan berarti keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
B.
Evaluasi dan Supervisi Lembaga Pendidikan
1.
Birokrasi Lembaga Pendidikan
Banyak
persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan segera menjadi
berlarut-larut karna rumitnya birokrasi contoh kasus tentang usulan perbaikan
dan perawatan sarana dan prasarana serta perlengkapan ¬pendidikan yang diajukan
oleh sekolah kepada pemerintah bahkan diajuka¬n setiap tahun, namun tidak ada
respon dan penyelesaian yang memadai dari birokrasi pemerintah daerah di
provinsi dan kabupaten/kota maupun pemerintah pusat.
Rendahnya
biaya pendidikan yang disediakan negara pada negara berkembang menjadi alasan
klasik rendahnya kemampuan pemerintah mendukung penyelenggaraan pendidikan yang
memenuhi kebutuhan sekolah yang sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal
inilah yang membedakan kualitas pendidikan pada negara berkembang dengan negara
maju (Fangerlind, I dan Saha, L. J., 1983). Dunia pendidikan kita telah
terpuruk. Pendidikan telah mendapat perhatian yang tinggi dari para birokrasi
pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Tetapi perhatian itu hanya berbentuk
sloganisme, secara faktual fasilitas dan sarana pendidikan memburuk,
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan rendah yaitu hanya mampu memenuhi
kebutuhan dan pangan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
anak¬-anaknya dan kesehatan keluarganya. Jika hanya mengandalkan gaji dari
guru, fasilitas pembelajaran tidak memadai, penerapan strategi belajar mengajar
di kelas tidak memadai (monoton), dan kualitas lulusan seadanya saja tidak
mempunyai daya saing yang memadai. Kekuasaan dan kewenangan merupakan produk
dari kedudukan, dan birokrasi bagian dari kekuasaan. Kekuasaan, wewenang, dan
monopoli birokrasi atas segala bidang kehidupan telah menciptakan kecenderungan
intemal birokratik ke arah cara kerja yang terlalu kaku dan seringkali
menciptakan pelaksanaan organisasi tidak efektif.
2.
Elemen-Elemen Birokrasi Sekolah
Birokrasi menurut
weber (1947) dicirikan oleh: (I) divisi pekerjaan dan alokasi tanggung jawab yang spesifik (2).adanya level
hierarkhi otoritas; (3) adanya kebijakan.
peraturan, dan regulasi tertulis; (4) impersonal )yaitu birokrasi ada pada lingkungan yang universal atau berlaku
pada organisasi apaptur, dan (5) pengernbangan
dan perpanjangan karier administratif. Kelima karakteristik birokrasi ini juga mencirikan birokasi dalam administrasi
pendidikan baik dalam sistem
pemerintahan maupun dalam sistem persekolahan sebagaimana dideskripsikan pada gambar 1.1.
Bagan tersebut menjelaskan bahwa sistem administrasi
pendidikan ini khususnya pada
pemerintah yang diperankan oleh Departemen pendidikan Nasional. pemerintah provinsi yang diperankan oleh Dinas
Pendidikan Provinsi. pemerintah
kabupaten/kota yang diperankan oleh Dinas pendidrkan Kabupaten/kota, serla satuan pendidikan pada semua jenis dan
jenjang yang menyelenggarakan
program pembelajaran. {JILNo. zz tahun 1999 pasal 62 menyatakan cinas daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah
karena itu dinas pendidrkan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah, dipimpin
oleh kepala dinas yang diangkat oleh
kepara daerah dari pegawai Negeri Siprl yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah. Sistem administrasi
pendidikan pemerintahan pada
kegiatannya dilaksanakan oleh para birokrasi pada tiap level organisasi
mulai dari pimpinan pucak sampai pada pejabat yang paling rendah. Apalagi
kalau para pejabat tersebut berasal dari partai yang berbeda, apalagi tidak
kompak sebab sifat paternalisme rakyat Indonesia relatif sangat tinggi
sampai sekarang ini. Artinya, afiliasi politis mereka cenderung
''mengekor" pemimpinnya. Hal ini juga akan terjadi di lingkungan
Departemen Pendidikan meski ada aturan seorang PNS tidak boleh bermain politik
praktis.[13]
Khusus.pada sistem administrasi pendidikan di sekolah
kegiatannya Dilaksanakan fesional pendidikan dibal koordinasi kepala sekolah seperti guru,
konselor, arrri u*mrum, dan personal sekolah lainnya Sekotah merupakan
institusi profesional dibidang kependidikan, sebagai organisasi profesional
pada lembaga sekolah tidak ada jabaran struktural yang mengacu'pada sistem
eselonering. Kepala sekotah sebagai pimpinan sekolah bukan jabatan struktural,
tetapi salah satu anggota profesional kependidikan diberi tugas untuk memimpin
dan melaksanakan sistem administrasi sekolah dengan fokus kegiatan pada
pembelajaran.
Birokrasi Departemen Pendidikan Nasional atas nama
pemenntah pusat mempunyai fugas pokok menetapkan dan mengelola standar
pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam UUSPN No 20 rahun 2003 pasal 50 ayat 2
menyatakan pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Kebijakan standarisasi ini khususnya
berkaitan dengan kurikulum dalam bentuk. Garis-garis besar program pengajaran
(GBPP). ketenagaan yaitu menentukan persyaratan pendidikan dan pembinaan lanjutan
untuk profesionarisme kependidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan. kelembagaan,
mutu pendidikan melalui evaluasi harus melalui. sarana dan prasarana pendidikan
yang dipersyaratkan uniuk pelaksanaan pembelajaran dan sebagainva.pendapat ini
sesuai dengan pp No. 25 tahun 2000 pasal 2 ayat ll bidang pendidikan menyatakan
bahwa pemerintah mempunyai kewenangan menetapkan standar kompetensi siswa dan
warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar
secara nasional serta pedoman pelaksanaannya.
Unsur-unsur penting dalam
pengelolaan pendidikan diberi tanggungjawab kepada pejabat birokrasi seperti
Sekretaris Jenderal, Direktorat Jenderal- Direktur, dan pejabat struktural
lainnya, semua pejabat birokrasi dan untuk membantu menentukan kebijakan
dibantu oleh lembaga penelitian dan pengembangan Depdiknas. Mereka para pejabat
birokrasi ini muara kebijakan dan sasaran kerjanya adarah satuan pendidikan
dibawah tanggung jawab Menteri. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasar 50 ayat 1
menyatakan bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung
jawab Menteri.
Birokrasi pada pemerintahan propinsi diperankan oleh
Dinas Pendidikan propinsi. Sesuai dengan PP No. 25 tahun 2000 pasal 3 ayat l
menyatakan bahwa kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan
dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota serta kewenangan
dalam bidang tertentu, misalnya (l) penetapan kebijakan tentang penerimaan
siswa dan mahasiswa dari masvarakat minoritas, terbelakang atau tidak mampu.
(2) penyediaan bantuan pengadaan buku-buku taman kanak-kanak, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan luar sekolah. (3) mendukung/ membantu penyelenggaraan
pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum akreditasi dan pengangkatan
tenaga akademis. (4) pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi, (5)
penyelenggaraan di luar sekolah (balai pelatihan.
Birokrasi pada pemeriutah kabupaten/kota yang diperankan
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai UU No. 22 tahun 1999 pasal ll ayat I
menyatakan kewenangan daerah kabupaten den kota mencakup semua kewenangan
pemerintah selain kewenangan yang dikecualikan. Dengan demikian jelaslah, bahwa
satuan pendidikan sebagai suatu organisasi pendidikan memiliki ciri khas tersendiri
yang diberi ruang kreatifitas dan inovasi atas kebutuhan perofesional dan pemberdayaan
pendidikan.
Birokrasi memberikan keuntungan yaitu menciptakan
keteraturan adminitrasi satuan pendidikan dan kerugian yaitu kekakuan dan
struktur organisasi yang impersonal, juga cenderung terlalu memandang organisasi
dengan struktur yang rasional. Substansi
birokrasi kedinasan antara Dinas Pendidikan provinsi dengan Kabupaten Kota harus melalui kepala
daerah, namun hal-hal teknis dapat langsung kepada unit keria yang dimaksud. Paradigma
birokratik ini menggambarkan mekanisme birokrasi tidak mempunyai garis
koordinatif dan konsultatif sesuai kewenangan dan kekuasaannya, prakteknya hanya
mengubah pendekatan bersifat hierarkis dari pusat ke daerah menjadi pendekatan
dari kepala daerah, dinas pendidikan, selanjutnya ke sekolah dalam bentuk
kedinasan. Keputusan oleh birokrasi yang bertele-tele akan banyak menyerap
waktu, sedangkan tanggung .jawab tidak pernah secara jelas
Satuan penriidikan ditempatkan sebagai unit pelaksana
teknis pemerintah daerah yang harus tunduk dan patuh pada birokrasi pemerintah
dengan alasan sesuai aturan dan disiplin pengawai negeri sipil dan patuh pada satuan
pendidikan yang ditunfut para birokrasi ini, menghilangkan sifat eksistensi
sekolah sebagai institusi profesional kependidikan. sebagai institusi
profesional sekolah memiliki personil yang menduduki jabatan profesi yaitu guru
dan konselor. Tetapi karena perlakuan terhadap mereka adalah perlakuan
birokratik, maka eksistensi profesional mereka dibawa pada paradigma
birokratik, sehingga dalam melakukan pelayanan belajar pun terkesan dalam
suasana birokratik.
3.
Kepala Sekolah sebagai Birokrasi
Sampai saat
ini peranan Kepala sekolah masih menjadi perpanjangan tangan birokrasi.
Seringkali kepala sekolah lebih melayani keinginan Kepala Dinas sebagai
atasannya agar proyek sekolahnya lancar. "Kepala sekolah lebih melayani
atasannya daripada kesejahteraan guru..
Seringkali pengangkatan kepala sekolah tak lepas dari unsur kedekatan
daripada profesionalitas. Kedekatan juga perlu agar dana BOS dan . Kondisi ini tentu lah harus diubah. Melalui demokrasi di sekolah inilah, mampu
memangkas dominasi kepala sekolah dan memperkuat dewan guru dan Komite Sekolah.
Akan tetapi kadang guru jadi apatis karena penilaian guru oleh Dinas Pendidikan
juga tak lepas dari kepala sekolah sebagai mata-mata Kepala Dinas.
Maka untuk
menciptakan Manajemen Berbasis Sekolah yang seutuhnya, peran pemerintah harus
dikikis seminimal mungkin. Justru peran masyarakat jauh di perbesar. Kita lihat
di daerah-daerah dengan peran masyarakat, sekolah jadi jauh lebih baik, Kemudian
pengangkatan Kepala Sekolah juga harus dipertimbangkan dengan asa profesionalitas
dengan persyaratan ketat. "Manajemen Berbasis Sekolah menurut saya perlu
dilanjutkan akan tetapi akan lebih baik jika kepala sekolah bukan kepanjangan
birokrasi pendidikan, Sekolah harus dihentikan sebagai mesin ATM birokrasi..
Kepala sekolah
di hadapan birokrasi pemerintahan seperti birokrasi Dinas Pendidikan di
provinsi dan kabupaten/kota, birokrasi ini tidak banyak memberi dorongan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendekatan yang dilakukan pendekatan
birokrasi antara bawahan dan atasan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan para
birokrat pendidikan pada pemerintah daerah tersebut menempatkan diri sebagai
atasan yang dipandang dapat mengambil kebijakan yang mengancam posisi kepala
sekolah. Kepala sekolah dapat saja diusulkan oleh kepala dinas kepada
bupati/walikota untuk diganti dalam waktu-waktu yang mengejutkan kepala
sekolah. Kondisi demikian menjadikan kepala sekolah pada posisi yang gamang,
tidak dapat melaksanakan tugas dengan optimal, tidak ada jaminan programnya
menjadi perhatian memadai dinas pendidikan maupun pemerintah daerah di mana
sekolah itu berada. Birokrasi tersebut cenderung memperlakukan kepala sekolah
hanya sebagai unit kerja mereka, bukan dipandang sebagai pemimpin institusi
profesional kependidikan yang memiliki otonomi atas dasar profesional tersebut.
Perlakuan
birokrasi terhadap kepala sekolah tentu saja berkontribusi positif terhadap
rendahnya mutu dan martabai pendidikan, bahkan menjadi salah satu penyebab
rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Perilaku birokrat yang
sangat mempersempit ruang profesional kepala sekolah dan para guru serta tenaga
kependidikan lainnya yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pembelajaran. Meskipun demikian, tentu saja ada birokrat pendidikan dan kepala
dinas pendidikan yang visioner dan memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan
pendidikan dan juga memperhatikan serta mempertahankan kepala sekolah yang
menunjukkan kinerja yang berkualitas. Tetapi kita tidak dapat menunjukkan
seberapa banyak birokrat pendidikan dan kepala dinas yang visioner.
4.
Kebijakan Sekolah
Keberadaan
sekolah sebgai lembaga formal penyelenggaraan pendidikan memainkan peran
strategi dalam keberhasilan system pendidikan nasional. Kepala sekolah sebagai
manajer pemimpin adalah bertanggung jawab dalam menerjemahkan dan melaksanakan
kebijakan pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah. Untuk mencapai
peningkatan mutu sekolah, kepala sekolah sebagai petugas professional dituntut
untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi kebijakan pendidikan.
Kebijakan sekolah termasuk dalam spektrum kebijakan pendidikan[14].
Kebijakan sekolah merupakan turunan dari kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan[15].
Desentralisasi
pendidikan memberikan peluang bagi kebijakan sekolah di daerah. Pembuatan
kebijakan sekolah adalah inherent dengan otonomi kepala sekolah. Implementasi
kebijakan merupakan tahap kedua setelah pembuatan atau pengembangan kebijakan.
Kepala sekolah memiliki kewenangan dalam menerjemahkan kebijakan dari pimpinan
lebih tinggi sesuai dengan visi, misi dan sasaran sekolah yang mengacu kepada sumber
daya di dalam dan di luar sekolah.
Kebijakan yang
dibuat sekolah tidak hanya sekedar menjadi arah bagi tindakan operasional
sekolah yang bernilai strategi, tetapi juga memperkuat komitmen tugs, kerja
sama, akuntabilitas, bahkan pemberdayaan staf. Manfaat kebijakan sekolah adalah
kerja sama dan keputusan oleh individu atau keinginan kelompok dengan
kewenangan yang sah oleh dewan sekolah, pengawas, administrator sekolah tanggung
jawab bagi kontrak negosiasi[16].
Bila kebijakan dipahami dengan baik, semua orang dapat bekerja dengan efisien,
memiliki kepuasan dan penuh komitmen.
Perubahan Sentralisasi menjadi desentralisasi pendidikan
akan menuntut perubahan standar sertifikasi baik kurikulum maupun guru, termasuk
yang akan menilai karya tulis dan naik pangkat seorang staf pengajar.
Pengelolaan PendidikanDasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, Pelatihan
guru dan lain sebagainya yang dapat menjamin kualitas pengelolaan dan kualitas
output hal inni merupakan isu nyat yang harus dianalisis berdasarkan aspek
tujuan., aspek dampak kebijakan , aspek pelaksanaan kebijakan.[17]
Kebijakan dimulai dari sejumlah
permasalahan didefenisikan,kemudian dicari alternatif sebagai solusi dan
dilakukan seleksi untuk diimplemetasikan, seperti yang tergambar di gambar 1.2
5.
Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis
kebijakan perlu dibahas karena sering tidak terdapat kesepakatn umum mengenai
nilai-nilai sisoal, kecuali pada hal-hal tertentu, terkadang pembuat kebijakan
cenderung memaksimalkan nilai-nilai mereka dan tidak tertarik untuk bergeser
dari landasan nilai, serta komitmen dari sumber kebijaksanaan dan program yang
ada menghalangi pembuat kebijaksanaan dari usaha mempertimbangkan
alternative-alternatif baru.
Metodologi
analisis kebijakan menurut Thomas R. Dye dalam Syaiful Sagala mengatakan bahwa
kebijakan diambil dan memadukan elemen-elemen berbagai disiplin ilmu seperti
politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat, dan sebagainya[18].
Analisis kebijakan juga bersifat normative dan menciptakan atau melakukan
kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan public untuk generasi
masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
Kompleksitas
proses pembentukan dan implementasi kebijakan memberi jaminan bahwa kondisi
yang perlu dan memadai untuk timbulnya kepastian tentang kalim pengetahuan
jarang dapat dipastikan. Artinya penentuan kebijakan sulit untuk memberi
kepastian, tetapi dapat memberi kepuasan berbagai pihak, karena dapat
mengeliminasikan kelemahan kebijakan. Karena itu perlu membedakan antara
metodologi, metode dan tekhnik dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan
dengan menentukan lebih dahulu aspek-aspek penting yang tidak boleh diabaikan
dalam penyelenggaraan pendidikan dengan menggabungkan standar, aturan, dan
prosedur. Tetapi aturan dan prosedur ini jangan dijadikan pembenaran memenuhi
kehendak pribadi para pengambil kebijakan, sehingga mengabaikan apa yang
sebenarnya dibutuhkan publik.
6.
Sistem Pendidikan
Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat
lingkungan hidup yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada
dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu
mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas dan matang. Jadi
singkatnya, pendidikan merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan,
pencerdasan dan pematangan diri. Pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi
siapa saja dan kapan saja dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas dan
matang adalah hak asasi manusia pada umumnya.pelaku pendidikan adalah keluarga,
masyarakat, dan sekolah (dibawah otoritas pemerintah) dalam suatu sistem
integral yang disebut tripartite pendidikan. Fungsi dan peran tripartit
pendidikan adalah menjembatani pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan
pendidikan masyarakat luas. Tujuannya, agar aspirasi pendidikan yang tumbuh
dari setiap keluarga dapat dikembangkan didalam kegiatan pendidikan sekolah. Secara
sederhana sistem pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu keseluruhan yang
terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan internasional dalam
mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan[19]. Sedangkan pendekatan sistem adalah cara-cara
berfikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan
dalam memecahkan masalah[20].
Sejalan dengan hal itu, kehidupan bangsa merupakan
lingkungan pendidikan dan supra sistem dan sistem pendidikan yang bekerja
bersama-sama dengan system lainnya (misalnya ekonomi, politik, agama, dan
sebagainya) dalam rangka mencapai tujuan nasional. Pendidikan sebagai sistem
digambarkan dalam bentuk model pada gambar 1.2 dasar input-output dipengaruhi
oleh lingkungan masyarakat internasional dan juga nasional.
Hal yang sangat.mempengaruhi input-output pendidikan
tersebut adalah sistem sosial budaya, ekonomi, hukurL politih dan sebagainya
baik yang berkaitan dengan masukan dan hasil pendidikan yang diproses dalam satu
sistem pendidikan untuk tujuan pendidikan, nasional Oleh, karena itu masukan
pendidikan diproses dalam suatr sistem pendidikan terikat pada suatu sistem
llngkungan karenanya dalam manajemen pemerintahan lndonesia sistem pendidikan
harus mengandung nilai lingkungan sebagai karakteristik budaya Indonesia. Hasil
pendidikan sebagai produk dari suatu sistem pendidikan membutuhkan informasi
yang terkait pada suatu sistem baik berupa supra system yaitu system yang lebih besar maupun sistem itu sendiri
(gambar 12) menerima input dan
mengeluarkan output khususnya bagi sistem terbuka. Input dimaknai sebagai
masukan untuk sebuah sistem yang disesuaikan dengan sistem yang ada. Kemudian
output dimaknai beberapa masukan diproses dan menghasilkan suatu yang mempunyai
klasifikasi atau yang diharapkan sebagai output terbaik[21].
Struktur bagian-bagian dari model input-ouput pendidikan
tersebut menggambarkan bagran-bagran yang bersifat lentur dan bentuk operasinya
dinamis, karena bagian- bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik dan
posisinya. Segala sesuatu yang masuk dalam sistem dan berperanan dalam proses
pendidikan disebut masukan pendidikan. Lingkungan pendidikan baik internal
maupun eksternal menjadi sumber masukan pendidikan.
Dengan demikian bentuk masukan dalam pendidikan dalam
system pendidikan dapat berupa informasi atau keterangan mengenai pendidikan
(pengetahuan, nilai-nilai, dan cita-cita), tenaga (penduduk dan tenaga kerja),
barang (sarana pendidikan dan perlengkapan), hal-hal yang terdapat dalam
lingkungan tidak semuanya dan dengan sendirinya dapat menjadi masukan
pendidikan. Pengambilan masukan pendidikan melalui proses pemilikan yang
didasarkan pada kiteria tertentu, misarnya tidak segala macam pengetahuan yang
ada dalam masyarakat dapat menjadi bahan ajaran. Tidak sernua penduduk dengan
sendirinya menjadi siswa atau guru. Tidak semua hasil produksi dalam negeri
menjadi sarana pendidikan, dan tidak semua uang yang ada didalam masyarakat
dapat meqiadi sarana pendidikan.
7.
Proses Pendidikan dalam Sistem Pendidikan
Proses
adalah sebuah perubahan dalam suatu objek atau organisme, khususnya suatu
perubahan tingkah laku atau perubahan psikologis . Kegiatan mengubah input
menjadi output adalah proses, yaitu dengan memproses siswa sebagai input yang
diterima dalam suatu lembaga atau satuan pendidikan, dan lulusan menjadi output
pendidikan. Tetapi prosesnya tidak sederhana karena berkaitan dengan
pembelajaran, kurikulum, tenaga kependidikan yang profesional, fasilitas,
anggaran, dan sebagainya apalagi dihubungkan dengan kualitas lulusan atau
sering disebut lulusan pendidikan, meski mutu pendidikan itu sukar sekali
dirumuskan, permasalahan proses pendidikan yang demikian itu rumit dan kompleks,
oleh karena itu pengelolaan pendidikan besar sekali dipengaruhi oleh proses
pendidikan dimana pendidikan itu berlangsung.
Proses pendidikan berdarnpak pada kualitas yang diperoleh
dimana kualitas tersebut sulit diukur sebagaimana Gaffar {1987) tnengatakarr
bahwa kualitas pendidikan amat sulit diberi batasan, karena kualitas adalah
derajat mutu atas dasar standar tertentu. Maka persoalan kualitas amat rumit dan
kompleks. bukan hanya konsep kualitas itu amat relatif tetapi factor nya juga terkait
begrtu kompleks dan tidak sederhana. Dalam proses pendidikan hubungan timbal
balik antara pendidik dengan anak didik berkelanjutan ke arah tujuan yang
herrdak diwujudkan bersama yaitu tujuan pendidikan atau tujuan proses belajar
mengajar dengan hasil yang berkualitas[22].
Proses sebagai langkah-langkah menggambarkan skema penentuan kegiatan, artinya
seluruh manajer pendidikan harus mengetahui, merumuskan, dan menspesifi kasikan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan institusi pendidikan
dengan menyusun daftar kegiatan yang akan dilakukan. Jika ditinjau dari
psikologi sosial proses pendidikan menunjukkan bahwa pendidik berfungsi sebagai
komunikator dan anak didik sebagai komunikan yang menerima pesan-pesan (massage) dari komunikator.
Pendidikan kedinasan merupakan
pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah
dan nondepartemen.Kelima,Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang
mempersiapkan peserta didik dalam melaksanakan peranan yang khusus dalam
pengetahuan ajaran agama, yang terdiri dari tingkat pendidikan dasar, menengah
dan pendidikan tinggi.[23] Disamping itu juga pendidik berfungsi
sebagai inovator (pembaharu) sedang anak didik berada dalam posisi sasaran ide
pembaharuan itu. Fungsi lainnya dalam proses pendidikan adalah pendidik sebagai
emansipator yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada anak didik untuk
mengembangkan bakat, minat dan perhatiannya dalam proses belajar mengajar,
sehingga ia mampu melakukan penjelajahan (eksplorasi) terhadap lingkungan
sekitarnya. Beeby (1937) mengemukakan dalam hal proses pendidikan guruguru
seringkali mengeluh bahwa mereka tidak mendapat cukup bimbingan profesional dan
tak seorang pun yang dapat mengkritik cara mengajar mereka dan menolong mereka
untuk memperbaikinya, padahal banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendorong
terjadinya pembaharuan disetiap bagian sekolah yang dipimpinnya. Dalam proses
administrasi sekolah guru membutuhkan bimbingan yang kuat, karena mereka
merupakan tenaga penggerak pembaharuan yang mengerti akan tujuan pendidikan
melalui pfoses pembelaj aran. Kemampuan kepala sekolah memperkenalkan
teknik-teknik yang harus dijalankan menempatkan guru pada posisi yang berguna
dalam mencapai tujuan pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah apa sesunggunya yang terjadi di ruang keles. teilpat belajar
lainnya. dan harus aktivitas yang
melingkupi sekitanya
Jika proses
dari kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut dilakukan dengan baik dan
berdasarkan prosedur yang ikniah atau objektif, maka kegiatan-kegiatan yang
disusun dengan baih efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan pembelajaran
di sekolah.sekolah dalam mencapai tujuannya. Disamping itu proses pengelolaan
pendidikan memang membutuhkan biaya yang mahal digunakan untuk keperluan
gedung, peralatan, pemeliharaan, pengadaan, pengembangan dan pengayaan
kurikulum, pertumbuhan jabatan guru, bahan dan buku ajar, administrasi dalam
arti sempit maupun luas, tata usaha, dan semua yang menyangkut manajerial
pendidikan pada pemerintahan maupun sekolah. Kemampuan para pimpinan pendidikan
memanage biaya pendidikan dengan menempatkan pos pembiayaan sesuai kebutuhan
amatlah diperlukan, agar efisiensi dan efektifitas pengelolaan dapat tercapai.
Penambahan anggaran tanpa menghasilkan perbaikan dalam mengajar maupun belajar
hanya berarti pemborosan (Beeby, 1987). Efrsiensi dan efektifitas proses kerja
pendidikan yang diharapkan adalah lancar dan menyenangkan agar mencapai
prestasi yang bermutu dan kompetitif
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Kata tersebut diserap kedalam perbendaharan istilahbahasa Indonesia
dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal
Indonesia menjadi “evaluasi’’ berarti “penilaian” merupakan kata benda dari
“nilai”. Sedangkan supervisi adalah Supervisi berasal dari kata “super” artinya
lebih atau atas, dan “vision” artinya melihat atau meninjau. Seara etimologis
supervisi artinya melihat atau meninjau yang dilakukan oleh atasan terhadap
pelaksanaan kegiatan bawahannya.
Adapun bentuk birokrasi pendidikan di Indonesia
bercirikan adanya penentuan kebijakan yang terpusat, perlakuan yang sama bagi
setiap pegawai, kontrol yang terpusat, keterbatasan bagi unit pelaksana teknis dilembaga pendidikan
untuk melaksanakan kebijakan, dan profesionalisme dalam tugas.
Kebijakan adalah terjemahan dari kata “wisdom” yaitu
suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang
dikenakan pada seseorang atau kelompok orang tersebut tidak dapat dan tidak
mungkin memenuhi aturan yang umum tadi,dengan kata lain ia dapat perecualian
(Imron,1996:17).. Berkaitan dengan sistem pendidikan nasional menurut UUSPN No.
20 Tahun 2003 satuan pendidikan adalah kelompok layanan formal, non formal dan
informal.
B. SARAN
Penulis menyadari dalam penulisan makalah tentu masih
banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun
kalimat yang tidak semestinya, oleh karena harapan penulis kritik dan saran
yang membangun saran penulis butuhkan untuk kesempurnaan dalam penulisan
makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Dasim Budimansyah, Pembelajaran Pendidikan Kesadaran
Berkonstitiusi, (Bandung: PT.Genesindo, 2010).
Diat
Prasojo, Lantip dan Sudiyono, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta:
Gava Media, 2011)
Hikmat,
Manajemen Pendidikan (Bandung:
Pustaka Setia, 2009)
Martinis yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru (Jakarta
: Gaung Persada Press, Cet. I, 2010).
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan (Jakarta
: Gaung Persada Press, Cet. I, 2009).
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
(Bandung: PT Remaja RosdaKarya, cet. 20, 2010).
Ratal
Wirjasantosa, Ratal. Supervisi Pendidikan Olah Raga. (Jakarta: UI-Press, 2006)
Sergiovanni, Thomas J. and Robert J. Starratt. Supervison:
A Redefinition. (New York:
McGraw-Hill Companies Inc., 2006)
Sri Rejeki Merdekawaty, Mengenal Peraturan daerah,
Jakarta Timur: PT. Wadah Ilmu. 2011)
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung:
Alfabeta, 2009).
Syaiful Sagala, Memahami Organisasi
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010)
[1] Sri Rejeki Merdekawaty, Mengenal Peraturan daerah,
(Jakarta Timur: PT. Wadah Ilmu. 2011), hal. 5
[2]Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia,
2009), hlm. 298
[3]Lantip Diat Prasojo dan Sudiyono,
Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Gava
Media, 2011), hlm. 11
[5]Lantip Diat Prasojo dan Sudiyono,
Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Gava
Media, 2011), hlm. 30
[6]Ratal Wirjasantosa, Ratal. Supervisi
Pendidikan Olah Raga. (Jakarta:
UI-Press, 2006, hlm. 56
[7]Sergiovanni, Thomas J. and Robert J. Starratt. Supervison:
A Redefinition. (New
York: McGraw-Hill Companies Inc.,
2006), hlm. 34
[8] Mukhtar
dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta : Gaung
Persada Press, Cet. I, 2009), hal. 227
[10]Mukhtar dan Iskandar, Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2009), hlm. 27
[12]Ibid.
[13] Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
RosdaKarya, cet. 20, 2010) hal. 32
[14]
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi
Kinerja Guru, ( Jakarta
: Gaung Persada, 2010) Hal 68
[15] Ibid
[16] Martinis
Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja
Guru, Hal 69
[17] Sri
Rejeki Merdekawaty, Mengenal Peraturan daerah, (Jakarta Timur: PT. Wadah
Ilmu. 2011), hal. 3
[18] Syaiful
Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer,(Bandung: Alfabeta, 2009).
Hal 109
[19] Syaiful
Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer,Hal 9
[20]
Ibid
[21]
Ibid
[22]
Ibid
[23] Dasim Budimansyah, Pembelajaran Pendidikan Kesadaran
Berkonstitiusi, (Bandung: PT.Genesindo, 2010), hal.31